Cita-cita Besar Bapak
Suara
adzan dari kaset musholla mulai terdengar. Penanda adzan shubuh akan segera
dikumandangkan. Bapak sudah rapi dengan sarung, koko serta kopiahnya dan
bersiap-siap pergi ke musholla. Bukan, bapak bukan muadzin ataupun imam. Ia hanya
senang bisa sholat di masjid, keinginannya memiliki rumah dekat langgar
terwujud sudah.
Namanya
Kasdi, pembawaannya sesederhana namanya. Bapak adalah seorang sopir yang sudah
menekuni profesinya selama 20 tahun lebih. Seorang bapak dua anak yang kini
berusia 49 itu lahir di desa kecil di Ponorogo, Jawa Timur. Terlahir dari
keluarga petani beranggotakan seorang istri dan delapan orang anak membuat
bapak menjadi sosok yang mandiri. Menyusuri sungai, hutan, dan bukit untuk
mencari rumput serta kayu adalah kegiatan sehari-hari Bapak dan ketujuh
saudaranya.
Jangan
tanya soal pendidikan, kakek dan nenek hanya mampu menyekolahkan sampai SD.
Sebagai anak kelima, bapak merasa memiliki tanggung jawab terhadap
adik-adiknya. Ia sadar betul betapa pentingnya pendidikan untuk masa depan.
Setelah merantau ke Jakarta, bapak membiayai pendidikan adik ketujuh sampai
SMA. Sayang, walau sudah bersekolah, nasib lek ku itu hanya bisa menjadi sopir
juga.
Jakarta,
awal cerita orang-orang kampung mengadu nasib, termasuk bapak. Ia memulai
pekerjaannya menjadi buruh pabrik termos. Tiap pagi ia berjalan kaki dari
kalibata sampai cililitan. Ongkos bis 250 rupiah dirasa cukup berat saat itu.
Terkadang bapak memakai seragam SMA untuk mengelabui ongkos bis, 50 perak untuk
pelajar. Ia sadar, untuk orang merantau berhemat itu penting.
Berawal
dari mencari tambahan mencuci mobil metromini tiap malam, bapak mulai menjadi kenek dan beralih profesi menjadi sopir
bus metromini. Sayang, dunianya terlalu kelam. Ia pernah dirawat karena
pembuluh darah di paru-parunya pecah akibat minuman keras. Sejak saat itu bapak
sadar dan memulai hidup dijalan yang benar.
Sampai
akhirnya ada kejadian itu. Bapak yang baru mulai ‘narik’ dipagi hari dipalak
oleh preman-preman terminal. Menolak karena memang tak punya uang, bapak malah dikeroyok
oleh segerombolan orang. Ia yang tidak terima melaporkan ke polisi dan kasusnya
naik sampai pengadilan. Segeromobol preman itupun masuk penjara. Bapak pun
beralih menjadi sopir pribadi.
Bapak
akhirnya bertemu dengan wanita yang sekarang menjadi ibuku. Ibu saat itu
menjadi baby sitter di komplek yang
sama dengan bapak bekerja. Menikah dan kini memiliki dua anak perempuan. Aku
dan adikku.
Walaupun
seorang sopir, ia memiliki prinsip-prinsip jelas dalam hidup yang diterapkan
pada anak-anaknya. Lelaki ini sangat konsen terhadap masa depan keluarga. Tidak
terkecuali aku, anak pertama yang akan menjadi tulang punggung keluarga.
Ia
sangat menyadari, perubahan dalam hidup itu penting. Salah satu langkahnya adalah
dengan pendidikan. Bapak terus berupaya agar anaknya terus bisa sekolah.
Nilai-nilai
kehidupan, kedisiplinan, dan harapan-harapannya membentuk diriku secara tidak
sengaja. Kemandirian dan kegigihanku ini dia yang bentuk. Betapa bahagianya dia
aku mulai menempuh pendidikan sekolah tinggi. Tak peduli berapa biaya yang
harus ia tanggung.
Berutang
sana sini saat bayaran semester sudah biasa. Bekerja siang malam demi
pendidikan dan cita-cita besarnya. Kalimat yang seringkali ia ucap terus
terngiang. Anaknya harus sekolah walaupun bapaknya cuma sopir. Anaknya harus
sarjana walaupun bapaknya cuma lulusan SD. Anaknya... anaknya... anaknya...
Bapak
tak memikirkan dirinya sendiri. Padahal kini ia sakit. Diabetes milik kakek
menurun padanya. Bapak menjaga penyakitnya agar tidak semakin parah. Bagaimana
nasib anaknya nanti? Anaknya belum selesai sekolah. Anaknya belum sarjana.
Betapa
bangganya ia bercerita ke sesama sopir. Aku yang berkuliah, adikku yang kini
menjadi santri. Apalagi saat aku berhasil mendapatkan beasiswa. Kebahagiaan itu
tak bisa ditutupi. Wajahnya haru dan bersyukur. Malam-malam sebelumnya ia
berdoa. Aku tahu, rezeki ini hadiah Tuhan untuknya.
Dibalik
itu Bapak adalah sosok yang humoris. Mencairkan dan menghangatkan suasana
adalah keahliannya. Selalu menghibur dan membuat orang sekitarnya bahagia.
Komentar
Posting Komentar